Selanjutnya...............janganlah melupakan pendahulu anda!!!!
Karnaen: "Sekarang Bank Syariah Tahap Pemurnian"
Bank syariah sudah tidak asing lagi di masyarakat Indonesia. Bukti bahwa bank syariah memiliki ketangguhan saat menghadapi krisis moneter tahun 1997 membuat menarik minat para bankir di Indonesia untuk mendirikan bank syariah. Sehingga saat ini banyak bank konvensional buka unit usaha syariah. Bagaimana awal berdirinya bank syariah tersebut, tentunya bukan hal yang mudah. Berdirinya bank syariah melalui proses yang panjang, hingga dapat berkembang seperti sekarang. Bagaimana awal bank syariah berdiri, berikut petikan wawancara pkesinteraktif.com dengan Bapak Karnaen A. Perwataatmadja, mantan Direktur Eksekutif IDB, yang menjelaskan tentang bank syariah dan menyampaikan harapan-harapannya untuk bank syariah ke depan.
Bisa diceritakan bagaimana awal Anda keterlibatan di bank syariah?
Saya terlibat di bank syariah ketika menjadi Sekretaris Ditjen Moneter Dep. Keuangan merangkap Direktur Eksekutif Islamic Development Bank (IDB) tahun 1989. Pada waktu itu saya banyak melakukan diskusi dengan Dr. Ahmad Mohamed Ali, Presiden IDB, untuk proses berdirinya bank Islam di Indonesia. Ia secara khusus meminta pada saya untuk menjadi Bapak Perbankan Islam di Indonesia, dengan mengatakan ”I want You to be the father of Islamic banking in Indonesia”. Mendengar pemintaanya tersebut, saya terkejut. Saya merasa berat dan bimbang untuk menerima amanat. Sehingga saya beribadah umrah dan berdo’a di Multazam untuk meminta petunjuk dan bimbingan Allah Swt. Hingga akhirnya saya merasa mantap untuk menjalankannya.
Selanjutnya?
Untuk menjalankan amanat ini tentunya butuh dukungan banyak pihak. Akhirnya saya putuskan untuk menemui tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Orang pertama yang saya temui adalah almarhum Buya M. Natsir, dengan ditemani M. Malik, kami menjelaskan maksud dan tujuan untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Mendengar ungkapan saya, almarhum Buya M. Natsir sangat surprise, karena ada orang pemerintah yang ngomong perbankan Islam. Beliau sangat antusias dan mendukung rencana itu. Setelah bersilaturahmi dengan tokoh Masyumi tersebut, lantas kemudian kami menemui Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), almarhum KH. Hasan Basri. Seperti halnya dengan Buya M. Natsir, KH. Hasan Basri memiliki persepsi yang sama. Tak lama berselang, tahun 1990 Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan Lokakarya Nasional tentang Bunga, Bank dan Riba.
Sebagai Direktur Eksekutif IDB apakah Anda mewakili pemerintah atau pribadi?
Saya mewakili pemerintah. IDB bank pemerintah yang dibentuk oleh negara-negara Islam anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI), dimana Indonesia menjadi anggotanya. Saat itu saya ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif yang mewakili negara Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Saya diusulkan oleh Bapak Ali Wardhana sebagai Menko Ekuin juga sebagai Gubernur IDB untuk Indonesia. Pada waktu itu Menkeu adalah Bapak Radius Prawiro.
Apa tantangan terberat saat itu?
Pertama modal. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana memperoleh modal. Kita berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan modal. Banyak teman-teman yang terlibat saat itu, termasuk almarhum KH. Ibrahim Hosen, Zaenul Bahar Noer, Dr. Amin Aziz dan lain-lain. Bagaimana caranya untuk mendapat dana pinjaman Rp 3 milyar. Pada awalnya akan dapat dana dari al-Barakah, tapi tidak jadi. Kemudian yang kedua adalah dari masyarakat dengan restu dari pemerintah. Pada saat itu restu harus diperoleh dari almarhum Bapak Soeharto (sebagai Presiden RI). Akhirnya dirancang pertemuan dengan Presiden Soeharto oleh MUI. Alhamdulillah, dapat waktu untuk bertemu dengan beliau, dan saat itu saya diajak oleh Pimpinan MUI. Hasil dari pertemuan itu Presiden Soeharto mendukung dengan memberi pinjaman sebesar Rp 3 milyar tanpa bunga. Kemudian memerintahkan untuk segera menyelenggarakan pertemuan silaturahim antara pak Suharto dengan masyarakat Jawa Barat.
Kenapa harus bank Islam?
Waktu awal diskusi diantara penggagas, apakah akan menggunakan nama bank atau Baitut Tamwil. Sebenarnya nama yang benar untuk lembaga yang beroperasi sesuai prinsip syariat Islam adalah Baitut Tamwil, tapi ketika mau menggunakan nama itu tidak ada payung hukumnya. Akhirnya kita sepakat memakai nama bank dengan tambahan kata "Tanpa Bunga dengan Sistem Bagi hasil". Yang isinya tidak lain dari Baitu Tamwil tersebut. Diluar negeri Bank Tanpa Bunga dengan Sistem Bagi hasil inilah yang disebut Bank Islami (Islamic Bank)
Secara hukum apa tak masalah?
Saya melihat bank tanpa bunga dengan sistem bagihasil tidak ada masalah. Karena ada deregulasi tahun 1983 tentang perbankan dimana bank diperbolehkan menentukan tingkat bunganya sendiri. Meskipun Undang-undang masih menyebut tentang bunga, tapi bank bisa menentukan dengan bunga nol persen. Pertanyaannya, apakah bisa bank beroperasi tanpa bunga? Bisa, yaitu dengan sistem bagi hasil. Apakah bank Islami bisa beroperasi atau tidak, kita melihat di negara lain bisa berjalan. Apalagi di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim.
Sering kali masyarakat mempertanyakan bank syariah. Mereka melihat tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Bagaimana tanggapan Anda?
Masalahnya kita tidak punya Sumber Daya Manusia (SDM) yang murni berlatar belakang pengetahuan perbankan syariah. Umumnya mereka dari bank konvensional yang mencoba mengembangkan bank syariah. Sehingga masih kedapatan tradisi-tradisi bank konvensional yang dipakai. Pembiayaan akad murabahah misalnya, masih ada biaya administrasi, biaya provisi dan lain-lain, yang sebenarnya itu tradisi konvensional. Kemudian dalam menetapkan margin keuntungan. Inipun sebenarnya harus bisa dijelaskan dari mana asalnya. Diperoleh dari mana angka-angka tersebut. Harusnya, itu berasal dari harga beli di tambah dengan cost to be recovered (biaya riil yang harus diperoleh kembali). Ini bisa dirumuskan, ditambah dengan keuntungan yang layak. Kalau formula ini dipakai pada akad murabaha, maka biaya yang dibebankan kepada nasabah bank syariah akan ringan sehingga akan dapat menarik lebih banyak pelanggan, yang akhirnya akan memberikan keuntungan yang besar bagi bank.
Kelihatannya bank syariah sulit untuk menerapkan itu?
Kesulitannya karena belum dibiasakan. Jadi harus ada training mengenai itu.
Selain masalah SDM, ada kendala lain?
Sebenarnya tidak ada, kecuali kekhawatiran kalau menggunakan formula yang benar takut kalau rugi. Takut kalau bisnisnya menghadapi persaingan yang berat. Akhirnya tidak tumbuh secara natural/alami. Yang alami itu sebenarnya begini, ketika bank itu berdiri maka bank itu harus menyalurkan dulu modalnya, dia tidak bisa berbagi hasil karena belum ada hasil. Jadi mestinya jangan buka dulu deposito, tabungan, dan giro. Modalnya diputar dulu, setelah ada hasil baru dibuka layanan tersebut. Sehingga nanti bisa berbagi hasil. Seperti inilah yang alami. Sementara sekarang, begitu bank buka sudah berbagi hasil, dari mana hasilnya. Mana mungkin bank yang baru berdiri sudah ada hasil?. Tentunya hasil itu butuh proses. Mungkin, paling cepat 3 bulanan baru bisa.
Bank Syariah kan lembaga bisnis?
Iya... Ini juga bisnis. Tidak disalurkan secara gratis. Ini membiayai bisnis-bisnis yang layak dibiayai, sehingga menghasilkan keuntungan dan bukan dihadiahkan. Banyak praktisi yang tidak sabar ingin segera memperoleh hasil.
Peran dan fungsi sebenarnya bank syariah apa?
Kalau saya melihat bank syariah juga berfungsi sebagai lembaga dakwah, yaitu lembaga yang mengajak masyarakat Islam berbisnis secara Islami. Ada dua ujung tombak disini, yaitu yang pertama marketing, marketingnya mestinya melaksanakan fungsi da’i mengajak masyarakat berbisnis sesuai syariah Islam. Yang kedua remedial yang memberikan jalan keluar ketika bisnis menghadapi hambatan. (bukan sebagai debt collector). Jadi, mereka harus bisa menyampaikan kepada nasabah kalau mau berbisnis dengan bank Islam harus patuhi akadnya dan jangan sampai menunda pembayaran hutang. Soalnya dalam ajaran Islam, orang yang berhutang itu tidak boleh dibawa mati dan harus diselesaikan. Fungsi yang kedua sebagai lembaga bisnis.
Berdirinya Bank syariah salah satunya adalah untuk ikut mensejahterakan masyarakat. Bagaimana konsep kesejahteraan yang ditawarkan bank syariah?
Bank syariah mempunyai dua dimensi kesejahteraan yaitu dunia dan akhirat. Karena itu harus menjunjung nilai kejujuran, adil dan amanah dan ada rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Jadi kalau nilai-nilai itu ditinggalkan tidak bisa lagi mencapai dimensi akhiratnya. Orang bisa kaya raya tapi masuk neraka.
Perbankan syariah sudah berkembang sedemikian rupa. Bagaimana Anda melihat proses perkembangan ini?
Kalau saya melihat perkembangan perbankan syariah ada tiga tahapan. Tahap pertama pengenalan atau introduction. Pada tahap pengenalan ini mungkin disana-sini masih belum sempurna pokoknya jalan dulu. Yang penting bagaimana bank syariah bisa beroperasi dan melayani masyarakat. Tahap kedua adalah pembuktian atau recognition. Pada tahap ini Bank syariah sudah mampu membuktikan dirinya lebih tangguh (dibanding bank konvensional). Buktinya yang nyata adalah pada saat terjadinya krisis moneter tahun 1997 bank syariah masih tetap tangguh walaupun tidak dibantu Pemerintah. Pada tahap ini Bank syariah sudah diakui oleh Bank Indonesia (BI), dirangkul dan dibina oleh BI dalam bentuk peraturan-peraturan. Tahapan ketiga yang paling berat, yaitu tahap pemurnian atau purification . Nah, tantangannya disini adalah : karena masyarakat sudah tahu, dan mengerti mana bank syariah yang sudah kaffah atau belum, maka bank yang belum melakukan pemurnian bisa menjadi bumerang ditinggalkan nasabahnya.
Bisa dikatakan tantangan itu dari internal bank syariah?
Jadi mereka harus berani memurnikan dirinya sendiri, meninggalkan tradisi-tradisi konvensional. Memang ada gap antara konsep dan praktek. Praktek dilapangan cenderung mencari gampang. Misalnya, kalau menagih ke nasabah bisa saja dengan intimidasi dan ancaman. Harusnya tidak seperti itu. Remedial syariah seharusnya bisa memberi solusi/jalan keluarnya.
Apa harapan Anda kedepan untuk pengembang bank syariah?
Setelah kita melalui proses pemurnian, saya berharap bank syariah bisa berperan diperekonomian Indonesia. Pada saat pangsa pasar bank syariah jumlahnya sudah signifikan, saya yakin bank syariah akan memiliki peran penting. Signifikan saya perkirakan pangsa pasarnya sudah sekitar 20%. Contohnya bisa kita lihat pada pembiayaan murabahah, filosofinya ada barang dulu baru uang. Karena uang yang beredar di masyarakat sebagian besar, sekitar 90%, ada disektor perbankan, maka kalau pangsa pasarnya sudah 20% bank syariah akan memberikan sumbangan pada keseimbangan harga barang dan jasa. Jadi, ketika ada barang uangnya baru keluar. Bank syariah, untuk pembiayaan murabahah, tidak memberikan uang tetapi berupa barang yang dibutuhkan. Dari sini bisa menciptakan keseimbangan antara sektor riil dan sektor keuangan/moneter. Hal ini memberikan sumbangan pada kestabilan ekonomi. Ketika ekonomi stabil, pertanyaannya ada kenaikan harga atau tidak?. Kenaikan harga akan terjadi ketika barang/jasa yang dipesan tidak ada dipasaran karena masih dalam proses mengadaan. Kenaikan harga ini akan mendorong pengusaha menaikan kapasitas produksinya. Kenaikan kapasitas produksi akan membutuhkan tambahan mesin, tambahan bahan baku, dan tentunya tambahan orang/tenaga. Lapangan pekerjaan akan meningkat sehingga kesejahteraan juga meningkat. Inilah yang disebut pembangunan. Perlu di ingat, kenaikan harga berbeda dengan inflasi. Kenaikan harga itu temporer. Sementara kalau inflasi itu kenaikan harga yang terjadinya terus menerus. Wallahua’lam Bisshawab. [roel,www.pkesinteraktif.com]
1 komentar:
Pak Karnen, aaww. saya mau memberi iuran pikiran tentang perbankan syariah.
Kalau mobil, perbankan syariah diumpamakan mobil AVANSA bermerek Toyota,tapi mesinnya Daihatsu, dan perbankan konvensional sebagai mobil XENIA. Mobil Xenia bermerek Daihatsu dan mesinnya Daihatsu. Avansa mesinnya Daihatsu tetapi memakai merek Toyota.
Saat ini ummat Islam menuntut Avansa harus sebagai mobil Toyota yang aseli, tetapi sampai kapanpun harapan itu tidak akan terpenuhi, karena mesinnya Daihatsu, sih. Dari pada membeli Avansa, orang yang menginginkan mobil Toyota, mending beli Yaris saja.
Kalau BMT yang mesinnya Islam dan body dan mereknya Islam. insya Allah akan banyak peminat.
Salam dan maaf,
Eddy Boekoesoe
Posting Komentar